Senin, 12 September 2016

Jual Minyak Gaharu Kalimantan

Kami menjual minyak gaharu kalimantan yang pure dari material high grade. Selama ini kami menjual minyak gaharu ini langsung ke Saudia Arabia dan Negara Timur tengah lainnya. Jika anda berminat denganminyak gahru ini, Silahkan Kontak  admin kami 0816297028 :

-----------------------------------------------------------------------------------------------------------------------




































































Jual Minyak Gaharu Kalimantan Berkaitan dengan membuktikan sebagaimana diuraikan di atas, dalam hukum acara pidana (KUHAP) secara tegas disebutkan beberapa alat-alat bukti yang dapat diajukan oleh para pihak yang berperkara di muka persidangan. Berdasarkan Pasal 184 KUHAP,117 alat-alat bukti ialah : 
     a. Keterangan saksi;
     b. Keterangan ahli;
     c. Surat;
     d. Petunjuk;
     e. Keterangan terdakwa.

Sedangkan penjelasan Pasal 184 KUHAP dijelaskan ; 118 “Dalam acara pemeriksaan cepat, keyakinan hakim cukup di dukung satu alat bukti yang sah”. Bertolak dari Pasal 184 dan penjelasannya tersebut, berarti kecuali pemeriksaan cepat, untuk mendukung keyakinan hakim diperlukan alat bukti lebih dari satu atau sekurang¬kurangnya dua alat bukti yang sah. Untuk hal ini Pasal 183 KUHAP119 secara tegas dirumuskan bahwa” Hakim tidak boleh menjatuhkan pidana kepada seseorang kecuali apabila dengan sekurang-kurangnya dua alat bukti yang sah ia memperoleh keyakinan
117
  M.Yahya Harahap, Pembahasan Permasalahan Dan Penerapan KUHAP: Pemeriksaan Sidang Pengadilan, Banding, Kasasi, dan Peninjauan Kembali Op.Cit.,hal.807
118
 Penjelasan Pasal 184 Undang-Undang No.8 Tahun 1981 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana  Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 76.
119
  Pasal 183 Undang-Undang No.8 Tahun 1981 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana  Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 76.
bahwa suatu tindak pidana benar-benar terjadi dan bahwa terdakwalah yang bersalah melakukannya”. Dengan demikian dalam KUHAP secara tegas memberikan legalitas bahwa di samping berdasarkan unsur keyakinan hakim, pembuktian dengan sekurang¬kurangnya dua alat bukti yang sah adalah sangat diperlukan untuk mendukung unsur kesalahan dalam hal menentukan seseorang benar-benar terbukti melakukan tindak pidana atau tidak.
A.3 Pengertian Kebijakan Hukum Pidana
Perkembangan globalisasi serta kemajuan teknologi informasi menuntut pembaharuan hukum pidana sebagai bagian dari kebijakan hukum pidana yang berlaku sesuai dengan nilai-nilai masyarakat Indonesia. Penanggulangan terhadap tindak pidana teknologi informasi perlu diimbangi dengan pembenahan dan pembangunan sistem hukum pidana secara menyeluruh, yakni meliputi pembangunan kultur, struktur dan subtansi hukum pidana. Dalam hal ini kebijakan hukum pidana menduduki posisi yang strategis dalam pengembangan hukum pidana modern.
Kebijakan hukum (legal policy) dalam arti kebijakan negara (public policy) di bidang hukum harus dipahami sebagai bagian kebijakan sosial yaitu usaha setiap masyarakat/pemerintah untuk meningkatkan kesejahteraan warganya di segala aspek kehidupan. Hal ini bisa mengandung dua dimensi yang terkait satu sama lain, yaitu kebijakan kesejahteraan sosial (social welfare policy) dan kebijakan perlindungan sosial (social defence policy).120
Sedangkan definisi hukum pidana menurut Sudarto adalah memuat aturan-aturan hukum yang mengikatkan kepada perbuatan-perbuatan yang memenuhi syarat tertentu
120
   Muladi, Demokratisasi,Hak Asasi Manusia dan Reformasi Hukum di Indonesia,
Op.Ci.t,hal.269.
Jual Minyak Gaharu Kalimantan suatu akibat yang berupa pidana.121 Pemberian pidana dalam arti umum itu merupakan bidang dari pembentuk undang-undang yang berdasarkan azas legalitas, yang berasal dari zaman Aufklarung, yang singkatnya berbunyi: nullum crimen, nulla poena, sine praevia lege (poenali). Secara singkat nullum crimen sine lege berarti tidak ada tindak pidana tanpa undang-undang dan nulla poena sine lege berarti tidak ada pidana tanpa undang¬undang. Jadi undang-undang menetapkan dan membatasi perbuatan mana dan pidana (sanksi) mana yang dapat dijatuhkan kepada pelanggarnya. Jadi untuk mengenakan poena atau pidana diperlukan undang-undang (pidana) terlebih dahulu.122
Pengertian kebijakan hukum dan hukum pidana di atas  memberikan definisi kebijakan hukum pidana (penal policy/criminal law policy/strafrechtspolitiek) sebagai, bagaimana mengusahakan atau membuatan merumuskan suatu perundang-undangan pidana yang baik.123 Pengertian demikian terlihat pula dalam definisi ”penal policy” yang dikemukakan oleh  Marc Ancel,124 bahwa penal policy adalah suatu ilmu sekaligus seni yang pada akhirnya mempunyai tujuan praktis untuk memungkinkan peraturan hukum positif dirumuskan secara lebih baik dan untuk memberi pedoman tidak hanya kepada pembuat undang-undang, tetapi juga kepada pengadilan yang menerapkan undang¬undang dan juga kepada para penyelenggara atau pelaksana putusan pengadilan.
Sejalan dengan pemikiran demikian Barda Nawawi Arief menyatakan bahwa upaya melakukan pembaharuan hukum pidana pada hakikat nya termasuk bidang “ penal
121
Sudarto, Hukum dan Hukum Pidana, Op.Cit.,hal.100.
122
Sudarto, Hukum dan Hukum Pidana, Op.Cit., hal.50.
123
    Barda Nawawi Arief, Bunga Rampai Kebijakan Hukum Pidana, Op.Cit.hal.25.
124
Marc Ancel, Social Defence, A Modern Approach to Criminal Problem (London, Routledge & Kegan Paul,1965,hal.4-5), lihat dalam Barda Nawawi Arief, Bunga Rampai Kebijakan Hukum Pidana, Op.Cit.,hal.21.
policy” yang merupakan bagian dan terkait dengan “Law enforcement policy” , “Criminal
policy” dan “ Sosial Policy”. Ini berarti pembaharuan hukum pidana pada hakikat nya : 
     a.    Merupakan bagian dari kebijakan (upaya rasional) untuk memperbaharui substansi hukum (legal substansi) dalam rangka lebih mengefektifkan penegakan hukum ; 
     b.    Merupakan bagian dari kebijakan (upaya rasional) untuk memberantas/menanggulangi kejahatan dalam rangka perlindungan masyarakat ; 
     c.    Merupakan bagian dari kebijakan (upaya rasional) untuk mengatasi masalah sosial dan masalah kemanusiaan dalam rangka mencapai/menunjang tujuan nasional (yaitu “Sosial defennce” dan “sosial welfare” ) ;
     d.    Merupakan upaya peninjauan dan penilaian kembali (“reorientasi dan re ¬evaluasi”) pokok-pokok pemikiran, ide-ide dasar, atau nilai sosio-filosofik, sosio-politik, dan sosio kultural yang melandasi kebijakan kriminal dan kebijakan (penegakan) hukum pidana selama ini. Bukanlah pembaharuan (“reformasi”) hukum pidana, apabila orientasi nilai dari hukum pidana yang dicita-citakan sama saja dengan orientasi nilai dari hukum pidana lama warisan penjajah (KUHP lama atau WvS). 125

Pembaharuan hukum pidana di atas dipengaruhi oleh sistem hukum pidana,  Marc
Ancel mengkemukakan bahwa sistem hukum pidana abad XX masih tetap harus
diciptakan. Sistem demikian hanya dapat disusun dan disempurnakan oleh usaha bersama
semua orang yang beritikad baik dan juga oleh semua ahli di bidang ilmu-ilmu sosial.126
Sistem hukum pidana tersebut terdiri dari:
1    peraturan-peraturan hukum pidana dan sanksinya;
2    suatu prosedur hukum pidana; dan
3    suatu mekanisme pelaksanaan (pidana).127

Pengertian ”sistem hukum pidana” dari Marc Ancel memberikan landasan
A.Mulder dalam memberikan pengertian kebijakan atau politik hukum pidana. (penal
policy/Strafrechtspolitiek), untuk menentukan :128
125
    Barda Nawawi Arief, Bunga Rampai Kebijakan Hukum Pidana, Op.Cit.hal.28.
126
   Barda Nawawi Arief, Bunga Rampai Kebijakan Hukum Pidana, Op.Cit.,hal..28-29.
127
  A.Mulder ,”Strafrechtspolitiek” Delikt en Delinkwent ,Mei 1980,hal.333,lihat dalam Barda Nawawi Arief ,Bunga Rampai Kebijakan Hukum Pidana, Op.Cit.hal.26.
1    Seberapa jauh ketentuan-ketentuan pidana yang berlaku perlu diubah atau diperbaharui (in welk opzicht de bestaande straf bepalingen herzien dienen te worden);
2    Apa yang dapat diperbuat untuk mencegah terjadinya tindak pidana  (wat gedaan kan worden om strafrechtelijk gedrad verkomen);
3    Cara bagaimana penyidikan, penuntutan, peradilan dan pelaksanaan pidana harus dilaksanakan (hoe de opsporing, vervolging, berechting en tenuitvoerlegging van straffen dient te verloppen).

Jual Minyak Gaharu Kalimantan Bertolak dari kebijakan tersebut di atas, usaha dan kebijakan untuk membuat  peraturan hukum pidana yang pada pada hakikatnya tidak dapat dilepaskan dari tujuan  penanggulangan kejahatan. Jadi, kebijakan atau politik hukum pidana juga merupakan bagian dari politik kriminal. Dengan perkataan lain, dilihat dari sudut politik kriminal, maka politik hukum pidana identik dengan pengertian kebijakan penanggulangan kejahatan dengan hukum pidana.129

Tidak ada komentar:

Posting Komentar